Friday, July 11, 2008

Rating: Dipercaya dan Dicerca

Rating merupakan sebuah istilah yang sangat familiar dalam dunia pertelevisian. Dalam wikipedia dijelaskan bahwa secara umum,rating is the evaluation or assessment of something, in terms of quality (as with a critic rating a novel), quantity (as with an athlete being rated by his or her statistics), or some combination of both. Lebih detail kuliah.dagdigdug.com menjelaskan:

Potensial Pemirsa/TV Household adalah seluruh penduduk yang dapat menonton televisi. Mereka adalah Rumah Tangga dengan anggotanya (Ayah, Ibu, Anak, Pembantu, dst.)
Pemirsa Televisi/TV Audience adalah bagian dari potensial pemirsa televisi yang menonton televisi paling sedikit selama 15 menit.
TV Rating (TVR/Rating) adalah angka yang menyatakan jumlah pemirsa televisi dari seluruh potensial pemirsa.
TV Audience x 100% = TV Rating. Angka TV Rating dinyatakan dalam persen (10.2, 8.1, 4.5, dst.)
Total TV Rating, angka yang menyatakan jumlah TV Rating dari seluruh stasiun TV

Di Indonesia, sebuah lembaga yang sangat populer dan dipercaya dalam menghitung dan menetukan angka rating adalah AGB Nielsen Media Research. Nielsen menggunakan sebauh alat yang dipasang di televisi yang disebut sebagai panel TAM (Television Audience Measurement). Panel TAM di Indonesia saat ini mengukur 2.080 rumahtangga yang memiliki TV di 10 kota besar yaitu: Jakarta dan sekitarnya (Jabotabek), Surabaya dan sekitarnya (Gerbangkertasusila), Bandung, Semarang, Medan, Makassar, Yogyakarta dan sekitarnya (DIY Yogya + Sleman & Bantul), Palembang, Denpasar dan Banjarmasin. Panel utama ini hanya mengukur kepemirsaan TV terrestrial.
Terpisah dari panel utama ini di Jakarta, terdapat 165 panel rumahtangga yang berlangganan TV Kabel. (Pay TV panel).
Untuk mengetahui metode yang digunakan Nielsen secara lebih detail, bisa dilihat dari situs resmi AGB Nielsen Media Research Indonesia.

Polemik Rating

Seperti dikutip Perspketif Online, Don Bosco Selamun-anggota Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dan pendiri Liputan 6 SCTV-menyatakan bahwa rating tidak bisa menggambarkan kualitas suatu program. Program dengan brand yang bagus dan dapat masuk di dalam pikiran seseorang, itu justru yang lebih baik. “Jika saya menjadi eksekutif di stasiun tv, saya akan lebih memilih brand dari pada rating”, ujarnya. Dari pengalamannya sebagai pengelola stasiun televisi, Don Bosco melihat banyak acara yang bagus tapi justru ratingnya rendah (berkisar 1 – 2). Sehingga dengan kondisi ini membuat orang di industri tv banyak yang frustasi karena terus kejar-kejaran dengan rating.

Senada dengan Don Bosco, pengamat penyiaran Pinckey Triputra mengatakan pada metronews.com bahwa penyimpulan suatu rating sering dilakukan hanya berdasarkan atas banyaknya pemirsa tanpa melihat kualitas dari program yang ditayangkan. Beberapa pengelola stasiun televisi juga sering membuat rencana program unggulan ketika penelitian rating akan dilakukan.

Di lain pihak, seperti dikutip KPI, Irfan Ramli selaku Sekretaris Jendral Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia, menyatakan bahwa dirinya merasa puas pada service AGB Nielsen. Kalaupun ada kelemahan mungkin karena tidak ada pembanding sehingga kita tidak mempunyai patokan mengenai harga dan servicenya.

Solusi dari Pemerintah


Seperti diberitakan pada situs KPI, Departemen Komunikasi dan Informatika bersama Komisi Penyiaran Indonesia dan beberapa lembaga lain yang peduli dengan penyiaran mengadakan pertemuan untuk membahas lembaga rating alternatif pada tanggal 2 Mei 2008 di Depkominfo.

Pemerintah, atas desakan DPR dan masyarakat, memandang perlu untuk memfasilitasi terbentuknya lembaga rating alternatif yang menjadi rujukan pembanding terhadap Lembaga rating yang ada. Anggota KPI Pusat, Bimo Nugroho Sekundatmo menilai perlu untuk mendorong lembaga alternatif tersebut supaya tidak terjadi monopoli rating. Bimo menyatakan dengan adanya lembaga alternatif, masyarakat, TV, radio, dan pemasang iklan di lembaga penyiaran mempunyai banyak pilihan, minimal ada second opinion. "Alternatif lain juga bisa dilakukan dalam bentuk survey atau penilaian kualitatif, karena kita harus melindungi publik dari hal-hal yang tidak mendidik,” lanjut Bimo


0 comments:

Blog Archive

  © Blogger template 'Perfection' by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP